Empat Jempol buat Disnaker Kotamadya Bandung

Sekembalinya ke Indonesia, Alhamdulillah saya disambut dengan kesempatan untuk menjadi pegawai negeri sipil (ya, meskipun kesempatannya sama sulitnya mencari jarum di tumpukan jerami: terlalu banyak orang yang melamar untuk jumlah posisi yang terbatas). Tapi, yang penting ikhtiar terlebih dulu, baru hasilnya nanti akan kita tuai.

Nah, pelamar CPNS wajib melampirkan yang namanya kartu kuning sebagai salah satu dokumen persyaratan. Kartu kuning ini saya kurang hafal sejarahnya mengapa sampai bisa disebut "kartu kuning", padahal warnanya putih, tidak ada kuningnya sedikitpun :D.

Sebagai penduduk yang resmi terdaftar di Kotamadya Bandung, setelah mencari-cari di internet alamat kantor Dinas Tenaga Kerja kota Bandung ini, sayapun akhirnya meluncur ke Jl. R.A.A. Martanegara No. 04 (yang ternyata saya, baru tahu, satu wilayah dengan kantor Satpol PP).

Enaknya ada internet, kita bisa cari informasi yang kita butuhkan dengan cepat dan praktis. Sayapun tahu dari internet, tidak hanya alamat kantornya saja, tapi juga persyaratan apa yang harus dibawa. Sederhana saja: 1) Fotokopi ijazah terakhir (yang dilegalisir, kebetulan ijazah S2 saya tidak ada legalisirannya, karena bisa memesan aslinya berlembar-lembar, jadi saya berikan fotokopi tanpa legalisir dan saya bawa aslinya buat jaga-jaga, ternyata diterima, alias tidak dipermasalahkan); 2) foto 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar; dan 3) Foto kopi KTP yang harus menunjukkan kalau kita berdomisili di Kota Bandung (Info untuk yang bukan warga asli Bandung, pendatang, atau yang belum punya KTP Bandung, bisa menggunakan kartu keterangan tinggal sementara, ya? Atau apalah, namanya itu, intinya menerangkan kita tinggal di Bandung. Pokoknya pegawai Disnaker itu tidak mempersulit, malah membantu, dan ramah-ramah :)).

Sesampainya di sana, saya lupa ternyata KTP belum saya fotokopi. Nah, ini buat jaga-jaga dan peringatan juga. Karena di wilayah perkantoran tersebut hanya ada satu tempat fotokopi, jadi ngantri sekali. Kalau bisa persiapkan dari rumah semaunya. Ada yang lucu dan sedikit menyebalkan, nih. Jadi, ada seorang calon pembuat kartu kuning, dia nggak bawa ijazah karena belum menerima. Pegawai Disnaker yang baik bilang boleh kok pakai surat tanda lulus. Dia bilang lupa nggak dibawa. Pegawainya bilang, kalau bisa ambil dulu. Dia bilang jauh. Akhirnya, pegawainya bilang, ya, nanti disusulkan saja. Sekarang, lengkapi dulu persyaratan yang ada. Ternyata, dia nggak bawa fotokopi KTP. Menyebalkannya, dia malah menyuruh petugas penerima tamu yang menerima persyaratan lengkap (yang kebetulan anak SMA magang) untuk memfotokopikan untuk dia. Si petugas magang itu cemberut dan sebal dengan orang yang "kurang sopan" padahal sudah diberi kemudahan luar biasa itu. Halah. Sayapun langsung menengahi dengan bilang (dengan sopan tentunya), "Di belakang ada tempat fotokopi, saya juga lagi nyuruh adik saya fotokopi KTP saya ke sana." Hehe. Diapun berlalu pergi. :D

Jadi, begitu kita masuk ke kantor Disnaker, kita akan disambut oleh penerima tamu yang kebetulan anak SMK yang sedang magang di sana. Kepada petugas ini, kita serahkan dokumen persyaratannya, lalu kita isi beberapa keterangan seperti Kode pos, alamat email, nomor telepon, dan IPK (benar, tidak salah, IPK, hihihihi). Kebetulan hari itu tidak ngantri, jadi begitu dapat nomor antrian, langsung saja menuju deretan meja (tiga) yang berkomputer dan bermesin cetak alias printer. Kalau ada yang kosong, langsung saja duduk di sana (kalau tidak mengantri). Kemudian, serahkan dokumen tadi berikut formulir yang kita isi dan antriannya. Petugas akan mengajukan beberapa pertanyaan mendasar dan kadang sekedar basa-basi agar kita tidak kesal menunggu. TIDAK LAMA. 5 menit, selesailah kartunya.

Dari meja tersebut, kita menuju ke meja "penempelan foto" dan "pengecapan" kartu. Setelah itu, kita diberitahu untuk memfotokopi demi keperluan legalisir sebanyak 10 lembar maksimalnya.

Mengantrilah lagi saya--sebenarnya adik saya yang saya suruh, hehe--di tempat fotokopi yang penuh pengantri. Tapi, tidak lebih dari 10 menit, kok. Kitapun kembali ke ruangan untuk meminta cap dan tanda tangan legalisiran.

Nah, ada yang menarik di sini. Legalisirannya gratis. TIDAK ADA PUNGUTAN APAPUN. Tapi, mereka yang melegalisir bisa memberikan sumbangan sukarela. (Kebetulan karena saya tidak tahu harus memberi ke siapa atau menaruh uangnya di mana, saya tidak ikut memberi sumbangan). Ada beberapa yang memberi sumbangan mulai dari 2000 sampai 5000 rupiah. Sekali lagi, sifatnya SUKARELA.

Jadi, total biaya yang harus saya keluarkan hanyalah Rp 5.000,- untuk foto kopi bolak-balik 10 lembar legalisiran kartu kuning.

Saya benar-benar mengacungkan jempol, empat deh, kalau perlu kepada pihak Disnaker Kotamadya Bandung. Pelayanannya efektif dan efisien. Petugas magang yang berasal dari SMK di Bandung juga sangat membantu mempercepat jalannya pembuatan kartu kuning yang tidak berwarna kuning ini.

Bagi rekan-rekan yang bermaksud membuat kartu kuning, silahkan. Semoga informasinya membantu.

Sekali lagi, selamat untuk Disnaker yang pelayanannya penuh dengan keramahan, efisien dan efektif.

Comments

  1. dua Jempol tangan sebagai dinasnya para tenaga kerja dan juga dua jempol kaki sebagai dinasnya para mafia perburuhan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 1

Is PhD REALLY a Lonely Journey?: My "Crowded" Journey

Jangan asal SCOPUS®