Posts

Showing posts with the label Fulbright

Malaikat dari Texas (Si Iteung Saba Amerika, Bag. 1)

Image
Tulisan ini saya dedikasikan untuk Teteh sekeluarga yang telah menjadi lebih dari keluarga. Mungkin judulnya agak ekstrem. Malaikat turunnya dari langit, kalee ? Tentu saja. Namun, saya percaya bahwa Allah menurunkan malaikat ke dunia ini untuk membantu manusia dalam berbagai bentuk dan rupa. Salah satunya, ya, dalam rupa manusia. Pelangi dan hujan yang turun dari langit Sebenarnya sudah sejak lama sekali saya ingin menuliskan pengalaman yang sangat berharga dan menakjubkan ini. Tapi, apa daya, sibuk dan malas menjadi alasan. Cerita ini berhubungan dengan pengalaman saya dulu menjadi "Si Iteung Saba Amerika" (tunggu tulisan yang ini, ya?). Cerita yang takkan pernah bosan saya bagikan pada siapapun untuk menunjukkan bahwa orang baik itu bertebaran di muka bumi. Jadi, tahun 2010 yang lalu, si Iteung dari Garut ini saba Amerika. Saya yang waktu itu tak pernah pergi bahkan ke negeri tetangga sekalipun, seperti Malaysia dan Singapura, untuk pertama kalinya pergi ke...

Kuliah (Lagi): Mencari Sebongkah Beasiswa

Baiklah, bismillaahirrahmaanirrahiim ... Ini adalah tulisan pertama sejak vakum dari tahun 2013 . Ke mana saja? Ke mana-mana, hehe... Banyak yang telah terjadi selama enam tahun ini: Punya anak ( dua lagi! ), lolos CPNS dosen, mengajar, meneliti, dan akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu lagi! Katanya banyak? Iya, banyak sekali. Namun, apa daya, tulisan tak sampai. Untuk tulisan pertama sejak 'mati suri' ini, saya akan membagikan perjalanan saya dalam meraih kesempatan untuk menimba ilmu lagi di negeri kangguru. Semoga dapat sedikit menjawab pertanyaan dari rekan-rekan yang sedang berjuang juga meraih beasiswa S3. Semangat, teman! Pepatah lama "Banyak jalan menuju Roma" masih berlaku ternyata, Bang Rhoma! Juga tentu pepatah klise, "Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan." Benar adanya. Ya, jalur yang saya tempuh untuk mendapat beasiswa S3 di Australia ini berbeda dengan yang saya lalui untuk kuliah S2 di Amerika. Dulu, tanpa ...

Merindu Hujan

Sejak hari Jumat (dua hari yang lalu tepatnya), langit terus-menerus dirundung mendung. Ah, saya sangat-sangat-sangat berharap hujan akan turun. Ini hari ke tiga langit mendung, tapi hujan tak kunjung turun. Di Texas, hujan terbilang perhiasan yang sangat berharga. Lebih berharga dari emas dan berlian sekalipun. Masih teringat, selama musim panas kemarin yang panasnya sungguh luar biasa, Texas kering kerontang. Hujan tak turun-turun selama berbulan-bulan. Di mana-mana ada tulisan "Pray for rain." Kekeringan memang tidak berdampak pada berkurangnya air minum atau air untuk kebutuhan pokok lainnya, tapi tetap sangat menyedihkan. Kolam di depan kampus yang indah, dihuni oleh ikan, kura-kura dan beberapa bebek berbulu warna-warni kering kerontang, karena larangan mengairi kolam buatan.  Ketika hujan turun, semua orang begitu riang gembira. Mereka bersorak sorai. Sungguh naas, hujan yang pertama turun seperti mengejek saja. Beberapa detik saja membasahi bumi, tapi penduduk Texas...

Perjalanan Meraih Beasiswa Fulbrigt Bagian 2

         Setelah mengirimkan lamaran lengkap di hari terakhir penerimaan--sungguh sport jantung--saya akhirnya bisa sedikit tenang. Mengapa? Karena saya benar-benar pasrah. Diterima, Syukur Alhamdulillah. Tidak diterima? Bohong jika saya bilang saya tidak akan sedih. Tentu kecewa pasti akan saya rasakan. Tapi, saya berjanji pada diri saya waktu itu kalau saya tidak akan larut dalam kekecewaan. Jalan masih panjang, saya merasa saya masih muda :) dan pasti ada kesempatan lagi nanti untuk saya melamar beasiswa lagi, baik Fulbright lagi maupun beasiswa lainnya. Tentu saja, sejauh ini memang Fulbright paling "berkelas" dan paling sedikit menawarkan beasiswa untuk calon masters. Tapi sekali lagi, saya pasrah sambil tetap berdoa. Doa saya: Jika lulus semoga saya tidak takabur dan semoga dilancarkan, jika saya tidak lulus, semoga saya tidak larut dalam kesedihan.           Saya tidak pernah memeriksa email saya. Bukan berarti saya tidak menghar...

How I Became a Fulbright Scholar: Perjuangan Panjang nan Melelahkan yang Terlalu Berkesan untuk Dilupakan

Oops, ternyata judul ini tidak hanya terlalu panjang, tapi juga terlalu luas. Terlalu banyak hal yang harus saya ceritakan, karena ternyata perjuangan untuk meraih beasiswa itu sungguh panjang dan tanpa batas. Perjuangan tenaga dan pengorbanan waktu dan uang tidaklah seberapa dibanding dengan perjuangan panjang menahan emosi atau bergelut dengan rasa khawatir, ragu, takut, dan tentunya gelisah saat menanti-nanti hasil keputusan juri apakah saya lulus ke tahap berikutnya atau tidak. Secara teknis ini yang saya lakukan: Mengikuti TOEFL-ITP (bukan TOEFL tidak resmi atau prediksi, tapi juga bukan iBT yang mahal sekali). Sebagai syarat, TOEFL-ITP cukup. Nilai yang diminta untuk Fulbright biasanya minimal 550. Waktu itu, saya berhasil mendapatkan 640. Alhamdulillah. Mungkin keuletan saya selama belajar sebagai mahasiswa jurusan Bahasa Inggris dan kemudian mengajar Bahasa Inggris sebagai bahasa asing membuat saya bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Salut saya berikan pada mereka yang...