Jangan asal SCOPUS®

Jangan asal SCOPUS®

Lho, bukannya SCOPUS® itu jaminan utama jurnal bereputasi?

Sorry to break this to you: Indeksasi SCOPUS® bukanlah jaminan mutlak bahwa suatu jurnal itu bagus atau layak untuk dijadikan referensi atau tempat kita diseminasi hasil penelitian dan pemikiran kita. 

Di zaman dimana apapun dijadikan peluang bisnis, termasuk kebutuhan dan keinginan untuk bisa publikasi di jurnal terindeks SCOPUS®, jurnal terindeks SCOPUS® juga telah dijadikan ladang uang yang sangat berpeluang, lho! Dan... banyak yang terperangkap di dalamnya, karena kurang hati-hati. Ya... itu tadi, ASAL SCOPUS®.

Kok bisa, ya, SCOPUS® tidak bertindak? Saya pikir bukan tak bertindak, mungkin BELUM. Sepengetahuan saya butuh waktu beberapa bulan sampai tahunan untuk SCOPUS® menilai dan menilai ulang apakah suatu jurnal masuk kriteria sebagai jurnal yang baik atau tidak. Jadi, untuk jurnal-jurnal pemangsa seperti ini, mungkin tinggal tunggu waktunya diberhentikan statusnya oleh SCOPUS®.  

Pendapat ini saya ambil berdasarkan pengalaman pribadi saya mencoba menerbitkan di salah satu jurnal di Rusia yang telah terindeks SCOPUS® juga tentu hasil dari membaca berbagai sumber. 

https://pixabay.com/photos/woman-hai-great-white-shark-2435605/

Baiklah. Awal mula perkenalan dengan jurnal ini adalah melalui feed Facebook, di mana seorang rekan dosen mengunggah artikelnya yang diterbitkan di jurnal tersebut. Beliau begitu bangga (siapa sih yang tidak bangga, kalau artikelnya masuk SCOPUS®?) dengan penerbitan tersebut. Saya yang memang sedang membutuhkan outlet untuk diseminasi hasil penelitian pun tertarik untuk ikut menerbitkan di sana. Sayangnya, setelah saya telusuri rekam jejak jurnal tersebut, saya mendapati bahwa jurnal tersebut masuk dalam daftar Predatory Journals alias jurnal pemangsa atau jurnal yang mementingkan keuntungan di atas kualitas. Sepertinya beliau kurang pengalaman sehingga tak tahu bahwa jurnal tersebut dicap sebagai 'predatory'. Semoga setelah membaca tulisan ini kita semakin sadar dengan keberadaan jurnal pemangsa seperti ini dan tidak tersilaukan oleh embel-embel 'SCOPUS®'.

Sebagai pembanding, di saat yang sama, saya juga sedang berproses menerbitkan manuskrip saya di salah satu jurnal internasional juga terindeks SCOPUS® yang berbasis di Amerika, dan hasilnya DITOLAK, meskipun telah diperbaiki. Haha... Ya, sudahlah. Sakit hati, iya. Tapi, ya itulah namanya proses penerbitan. Mendapat penolakan katanya wajar. Penulis handal (yang sudah menerbitkan puluhan atau ratusan artikel di jurnal terindeks SCOPUS®) saja awalnya mendapatkan puluhan bahkan ratusan <amit-amit> penolakan sebelum sampai di titik ini.

Lah, apalah saya yang baru sekali ditolak langsung menyerah? 

Balik lagi ke jurnal tadi...

Nah... saya akan membandingkan proses penerbitan di jurnal tersebut dengan jurnal yang di Amerika tadi. Agar lebih mudah, saya akan menyebutnya dengan Jurnal A (SCOPUS® abal-abal) dan Jurnal B (SCOPUS® 'asli').

Lama proses review

Jurnal A: 2 bulan

Jurnal B: 4 bulan

Jumlah Reviewers

Jurnal A: 2 orang

Jurnal B: 3 orang

Masukan dari Reviewers

Jurnal A: Tidak ada masukan yang sifatnya esensial dan dapat membantu perbaikan manuskrip secara konten atau isu (Masukan dari reviewer hanya terdiri dari beberapa kalimat, isinya tentang cara penulisan referensi saja. Come on...)

Jurnal B: Masukan sangat banyak sampai tiga halaman! (Masukan bersifat sangat esensial, menyentuh konten dan dapat memberikan perubahan signifikan pada manuskrip. Yang paling penting, dapat membuat penulis belajar lebih banyak lagi tentang bidangnya dan cara menulis)

Tenggat Waktu Perbaikan

Jurnal A: sekitar 2-3 minggu

Jurnal B: 3-4 bulan (bisa diperpanjang jika mengalami kendala)

Biaya Penerbitan

Jurnal A: sekitar 250 dolar

Jurnal B: 0 alias GRATIS

Frekuensi Penerbitan

Jurnal A: Lebih dari 3 kali dalam setahun

Jurnal B: 2 kali saja dalam setahun


Nah... dari perbandingan pengalaman proses menerbitkan di jurnal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa jurnal SCOPUS® abal-abal itu ciri utamanya adalah berbayar. Meskipun tak semua jurnal berbayar itu abal-abal, banyak yang menyarankan agar menghindari jurnal yang menarik uang dari penulisnya. Saya pernah juga menerbitkan di jurnal yang berbayar (tapi... bayarannya jauh lebih murah, alias sangat terjangkau dan masuk akal. Review juga diberikan oleh orang yang saya pikir mumpuni, karena isi review-nya benar-benar mengena baik secara metodologi maupun konten).

Ciri berikutnya adalah proses review yang singkat, masukan review yang tidak bagus (tidak menyentuh esensi dari tulisan kita), makanya waktu yang diberikan untuk perbaikan pun singkat sekali, dan...

Ini yang saya belum ceritakan. Jadi, manuskrip saya diterima di jurnal A dengan perbaikan yang dapat dikerjakan dalam kurang dari satu hari saja (sombong! hehe... tapi bener, kok!).

Bagi saya pribadi, menerbitkan tulisan di jurnal itu bukan karena hanya karena ingin meninggalkan jejak tulisan untuk kepentingan akademis atau kebanggaan pribadi. Lebih dari itu, saya ingin terus belajar dan ingin menerbitkan yang terbaik, bukan yang sekedarnya saja.  

Setelah saya pikir panjang, baca sana-sini... tanya sana-sini (terutama pembimbing saya), saya akhirnya memutuskan untuk tidak menerbitkan manuskrip saya di Jurnal A. Sekalipun dia terindeks SCOPUS®. TIDAK.

Mengapa?

Karena... reputasi kita dipertaruhkan di sini. Juga kata hati saya... conscience... 

Setelah mempertimbangkan beberapa hal ini, jika kita masih ragu, cara terakhir adalah mengecek daftar jurnal pemangsa, yang dapat ditemukan di sini (Beall's List of Predatory Journals).

Masih tidak yakin? Coba cari di peramban seperti Google dan bacalah pengalaman penulis lain dengan jurnal tersebut. Biasanya kalau si penulis punya pengalaman buruk yang meninggalkan kesan mendalam padanya, dia akan menuliskan tentang pengalamannya tersebut. Seperti penulis ini nih, yang menulis artikel jurnal tentang pengalaman buruknya dengan salah satu jurnal pemangsa! Bayangkan! Menulis artikel jurnal!

Ini dia artikelnya: https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED564071.pdf

Judulnya makjleb: "Educational Research and Predatory Tabloid Journalism: Authors Beware"

Artikel inilah yang membuat saya mantap untuk tidak melanjutkan proses penerbitan di jurnal A tadi. 

Comments

Popular posts from this blog

Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 1

Is PhD REALLY a Lonely Journey?: My "Crowded" Journey

The 'Perks' of Working from Home with Two Young Kids: Staying Positive in the Face of Covid-19