Posts

Showing posts from October, 2019

Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 2 (Sekolah Anak!!)

Image
OSHC atau Overseas Student Health Cover untuk keluarga sudah terpenuhi. Selanjutnya apa? Bagi yang akan memboyong anak-anak dengan usia sekolah (5 tahun standar Tasmania dan 6 tahun standar beberapa negara bagian Australia lainnya), maka sekolah anak menjadi prioritas . Sekolah anak juga menjadi alasan banyak diantara penerima beasiswa memilih untuk berangkat sendirian terlebih dulu, baru memboyong keluarganya. Selain itu, beberapa pemberi beasiswa seperti AAS dan Fulbright mensyaratkan masa tunggu minimal 6 bulan bagi penerima beasiswa untuk membawa keluarga serta. Jadi, masuk akal mengapa harus ada masa tunggu ini. Karena... kita harus memastikan bahwa semuanya siap untuk keluarga kita pada saat mereka datang. Untuk Australia, syarat membuat visa untuk anak yang sudah usia masuk sekolah adalah anak sudah terdaftar di sekolah!  Sekedar berbagi pengalaman pribadi, saya merasa beruntung karena saya bisa memboyong keluarga (suami dan anak-anak) secara langsung tanpa har

Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 1

Image
Postingan kali ini akan membahas tentang apa saja yang harus dipersiapkan untuk membawa keluarga ikut serta kita kuliah di luar negeri, khususnya Australia. (Persyaratan tiap negara berbeda, ya?) Dari semua persiapan keberangkatan S3 di Australia, membawa keluarga adalah yang paling ribet ! Jujur saja.  Dulu, sewaktu berangkat ke Amerika, walaupun sudah menikah, saya berangkat sendirian. Tak ada beban, dan cukup mengurusi diri sendiri saja.  Tapi, sekarang? Buntutnya sudah ada dua, kalau kata orang Sunda. Ditambah satu kepala. Jadi, ribetnya lumayaan.... Saya akan bagi postingan tentang memboyong keluarga kuliah di luar negeri ini ke dalam beberapa bagian.  Di bagian ini, saya akan menuliskan tentang syarat Dependent  Visa atau visa anak dan suami untuk ke Australia.  Terus terang, persyaratannya lumayan ribet dan menyita waktu. Tapi, semua worth it pada akhirnya! Untuk melamar visa saya dan keluarga, saya dibantu oleh IDP, salah satu lembaga yang khusu

Beasiswa kan gratis, kok masih butuh modal, sih?

Jangan salah, ya, untuk mendapatkan beasiswa kita harus mengeluarkan modal dalam bentuk rupiah atau dolar :D. Niat yang kuat, tekad yang bulat, semangat yang tinggi, doa dari orang tua, dan restu dari suami/istri (dan anak) memang sangat penting, tapi tidaklah cukup. Butuh uang untuk apa? Kan beasiswa gratis? Untuk menjemputnya, tentu saja. Beasiswa kan ada persyaratannya. Nah, untuk memenuhi persyaratannya ini kita butuh modal yang lumayan, tergantung kondisi keuangan kita. Okay! Yang paling pertama adalah mengeluarkan uang untuk mengikuti tes kemahiran berbahasa Inggris atau bahasa lainnya yang disyaratkan oleh beasiswa (tergantung negara tujuan). Tapi, biasanya bahasa Inggris yang paling umum. Berapa duit , sih ? TERGANTUNG. Tergantung jenis tes yang dipersyaratkan . Untuk beberapa beasiswa seperti AAS, Fulbright, Erasmus Mundus, dan lainnya ITP TOEFL cukup. Apa itu ITP TOEFL? Singkatan dari institutional TOEFL , tes ini hanya terdiri dari tiga jenis soal: Listening ,

Malaikat dari Texas (Si Iteung Saba Amerika, Bag. 1)

Image
Tulisan ini saya dedikasikan untuk Teteh sekeluarga yang telah menjadi lebih dari keluarga. Mungkin judulnya agak ekstrem. Malaikat turunnya dari langit, kalee ? Tentu saja. Namun, saya percaya bahwa Allah menurunkan malaikat ke dunia ini untuk membantu manusia dalam berbagai bentuk dan rupa. Salah satunya, ya, dalam rupa manusia. Pelangi dan hujan yang turun dari langit Sebenarnya sudah sejak lama sekali saya ingin menuliskan pengalaman yang sangat berharga dan menakjubkan ini. Tapi, apa daya, sibuk dan malas menjadi alasan. Cerita ini berhubungan dengan pengalaman saya dulu menjadi "Si Iteung Saba Amerika" (tunggu tulisan yang ini, ya?). Cerita yang takkan pernah bosan saya bagikan pada siapapun untuk menunjukkan bahwa orang baik itu bertebaran di muka bumi. Jadi, tahun 2010 yang lalu, si Iteung dari Garut ini saba Amerika. Saya yang waktu itu tak pernah pergi bahkan ke negeri tetangga sekalipun, seperti Malaysia dan Singapura, untuk pertama kalinya pergi ke

Menjadi Emak-Emak PhD

Kali ini tulisannya bernada "curhat." Banyak yang bertanya bagaimana caranya bisa kuliah S3 di luar negeri dengan dua anak (dan satu suami)? :D Bagaimana, ya? Rasanya seperti permen yang sudah tak lagi populer saat ini: Campur aduk, tapi lebih dominan manisnya dibanding asamnya :) Sebagai emak-emak, yang paling utama bagi saya adalah anak-anak dan keluarga. Itu sebabnya butuh waktu lama bagi saya (lama tidaknya sebenarnya relatif, ya?) untuk memutuskan saatnya saya kembali ke bangku kuliah. Pada saat melamar CPNS dosen 2013 lalu, saya sedang hamil. Saat lulus CPNS, saya baru melahirkan. Setelah melahirkan, saya menjalani profesi saya sebagai seorang dosen. Itu saja sudah berat, mengingat anak masih sangat kecil. Saya dan suami juga tinggal "sendirian" di Bandung, tanpa saudara dekat. Orang tua saya di Garut, dan saudara terdekat, terpisahkan jarak beberapa jam--tidak jauh sebenarnya, tapi mengingat Bandung adalah pusatnya kemacetan, dekatpun terasa sangat ja

Saat Pos-el Tak Kunjung Berbalas

Kemarin semangat menulis sedikit hilang. Tapi, berkat seekor wallaby yang muncul pagi-pagi di depan gedung di kampus, saya jadi bersemangat lagi. Sayang kamera tak di tangan, jadi tak sempat memfoto wallaby yang tersesat ke dalam kampus. Atau saya yang tersesat ke tempat yang dulunya adalah rumah bagi sang wallaby? Hm... Baiklah! Kembali pada kelanjutan topik seputar mengirim pos-el pada calon dosen pembimbing. Setelah pos-el terkirim pada dosen bidikan kita, pertanyaannya adalah berapa lama biasanya dosen tersebut akan membalas pos-el kita ? Tak ada jawaban pasti. Mungkin dibalas cepat , mungkin juga dibalas dengan lambat , atau tidak dibalas sama sekali . Jangan patah arang, ya? Dari total tiga pos-el yang saya kirim, satu tak dibalas sama sekali. Saya tidak memasukkannya ke dalam hati. Malah, saya sudah menduga ini akan terjadi. Mengapa? Ini dia beberapa alasan dosen tak menjawab pos-el kita: Pos-el kita masuk kotak 'spam', dan dosen yang bersangkutan tidak