Saat Pos-el Tak Kunjung Berbalas

Kemarin semangat menulis sedikit hilang.

Tapi, berkat seekor wallaby yang muncul pagi-pagi di depan gedung di kampus, saya jadi bersemangat lagi. Sayang kamera tak di tangan, jadi tak sempat memfoto wallaby yang tersesat ke dalam kampus. Atau saya yang tersesat ke tempat yang dulunya adalah rumah bagi sang wallaby? Hm...

Baiklah! Kembali pada kelanjutan topik seputar mengirim pos-el pada calon dosen pembimbing.

Setelah pos-el terkirim pada dosen bidikan kita, pertanyaannya adalah berapa lama biasanya dosen tersebut akan membalas pos-el kita?

Tak ada jawaban pasti.

Mungkin dibalas cepat, mungkin juga dibalas dengan lambat, atau tidak dibalas sama sekali.

Jangan patah arang, ya? Dari total tiga pos-el yang saya kirim, satu tak dibalas sama sekali.

Saya tidak memasukkannya ke dalam hati. Malah, saya sudah menduga ini akan terjadi. Mengapa?

Ini dia beberapa alasan dosen tak menjawab pos-el kita:
  1. Pos-el kita masuk kotak 'spam', dan dosen yang bersangkutan tidak pernah mengecek kotak ini.
  2. Pos-el kita tidak pernah sampai karena masalah koneksi atau sistem penerimaan email di universitas dosen yang bersangkutan. Sistem ini semacam deteksi 'spam', bedanya pos-el kita 'ditahan' oleh sistem pos-el universitas, dan hanya akan dilepas kalau kita memberikan izin.
  3. Dosen yang bersangkutan sedang mengambil cuti Sabat atau cuti panjang dan tidak berniat mengecek pos-el atau apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Kan sedang cuti panjang?
  4. Dosen yang bersangkutan tidak tertarik sama sekali dengan proposal kita. Jangan diambil hati. Ini wajar sekali! Masih ada banyak dosen yang dapat membimbing kita di luar sana. 
Dalam kasus saya, alhamdulillaah sekali, pos-el saya direspons hanya dalam hitungan hari. Saya kirim hari Jumat (Jumat berkah! :)), dan beliau merespons pos-el saya hari Senin!
Kok bisa?

Setelah resmi menjadi mahasiswa bimbingan beliau, saya baru tahu kalau ternyata dosen pembimbing saya ini senang mengecek pos-el-nya setiap akhir pekan. Jadi, pos-el saya datang tepat pada waktunya :). Berarti, timing memang sangat penting, dan tentu nasib juga!

Lalu, apa yang harus dilakukan saat dosen yang bersangkutan tak membalas pos-el kita?
  • Pertama, tunggu dulu sampai setidaknya dua minggu.
  • Jika setelah dua minggu masih tak dibalas, dan kita keukeuh ingin mencoba dosen yang ini, bolehlah kita mengirim pos-el lagi. Jangan lupa untuk dengan sangat sopan menjelaskan alasan kita mengirim pos-el lagi pada beliau. Misalnya, kita bisa mengatakan seperti ini: "My apologies if this is a repeated email. I am afraid my last email did not go through/was not sent properly." Pokoknya berikan penjelasan singkat mengapa kita mengirim kembali pos-el pada beliau. Siapa tahu beliau sudah menerimanya, tapi memutuskan untuk tidak merespons. 
  • Kalau masih belum ada balasan juga? Ini waktunya kita cari dosen yang lain. 
Nah, sekedar berbagi pengalaman. Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, dari tiga pos-el, yang dibalas dua. Yang satunya lagi, bukan rezeki. Biarlah.

Saya akan fokus pada pos-el yang pertama.

Pos-el ini saya kirimkan pada seorang dosen di universitas tempat saya menimba ilmu, University Tasmania, juga. Beliau adalah Pam Allen, dosen dengan kemampuan mumpuni di bidang Sastra Indonesia dan tentunya Sastra Bandingan. Saya sangat tertarik untuk menjadi mahasiswa bimbingan beliau. 

Pos-el saya pada beliau dibalas dalam waktu sekitar sepuluh hari. Beliau meminta maaf karena lambat dalam membalas pos-el saya. MasyaAllah!

Sayangnya, beliau tidak bisa membimbing saya karena sudah pensiun dari universitas, dan hanya bertugas mengajar.

Beliau menyarankan saya untuk mencari dosen lain di University of Tasmania. Dan... saya ikuti saran beliau, sampai akhirnya saya menemukan (dan kemudian bertemu) pembimbing yang Allah sudah jodohkan untuk saya. 

Lantas, mengapa saya keukeuh ingin kuliah di University of Tasmania? Di mana pula universitas ini? New Zealand? Atau dekat Antrartika? Kok nggak ke Monash, Deakin, ANU, Syndey, dan universitas lainnya yang sangat terkenal di kalangan akademisi Indonesia?

Pertanyaannya akan saya jawab dalam postingan selanjutnya, ya?

Tasmania, 2 Oktober 2019





Comments

Popular posts from this blog

Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 1

Is PhD REALLY a Lonely Journey?: My "Crowded" Journey

Jangan asal SCOPUS®