Beasiswa kan gratis, kok masih butuh modal, sih?

Jangan salah, ya, untuk mendapatkan beasiswa kita harus mengeluarkan modal dalam bentuk rupiah atau dolar :D. Niat yang kuat, tekad yang bulat, semangat yang tinggi, doa dari orang tua, dan restu dari suami/istri (dan anak) memang sangat penting, tapi tidaklah cukup.

Butuh uang untuk apa? Kan beasiswa gratis?

Untuk menjemputnya, tentu saja.

Beasiswa kan ada persyaratannya. Nah, untuk memenuhi persyaratannya ini kita butuh modal yang lumayan, tergantung kondisi keuangan kita.

Okay! Yang paling pertama adalah mengeluarkan uang untuk mengikuti tes kemahiran berbahasa Inggris atau bahasa lainnya yang disyaratkan oleh beasiswa (tergantung negara tujuan). Tapi, biasanya bahasa Inggris yang paling umum.

Berapa duit, sih? TERGANTUNG.

Tergantung jenis tes yang dipersyaratkan. Untuk beberapa beasiswa seperti AAS, Fulbright, Erasmus Mundus, dan lainnya ITP TOEFL cukup.

Apa itu ITP TOEFL? Singkatan dari institutional TOEFL, tes ini hanya terdiri dari tiga jenis soal: Listening, structure and written expression, dan writing. Biayanya relatif terjangkau. Dulu sih sekitar 45 dolar. (Karena penyelenggara utamanya adalah organisasi di Amerika, jadi tarifnya mengikuti perkembangan dolar Amerika, ya?). Jadi, sekitar 475 ribu rupiah. Tentu bisa berubah sewaktu-waktu, tergantung kurs dolar. Pokoknya, selalu cek website atau telepon langsung penyelenggaranya, ya?

Di mana tempatnya? ITP TOEFL ini diselenggarakan di hampir semua kota besar di Indonesia. Beruntunglah yang tinggal di Jawa, karena di pulau ini bahkan beberapa kota memiliki beberapa badan penyelenggara tes, seperti Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Kawan-kawan dari daerah biasanya harus berjuang sedikit untuk pergi ke kota terdekat demi mengikuti tes yang tidak diselenggarakan setiap hari atau minggu ini, ya? Biasanya hanya sebulan sekali. Jadi, selalu cek jadwal dari beberapa bulan sebelum jadwal terakhir pengumpulan berkas beasiswa. Kalau mepet, bisa-bisa kita gagal melamar beasiswa. Selain diselenggarakan secara terbatas, satu atau paling sering dua kali dalam sebulan, hasil dari tes juga keluar agak lama, sekitar 1-2 minggu. Jadi, harus benar-benar memperhitungkan waktu dengan matang, ya?

Daftar lengkap penyelenggara ITP TOEFL lengkap dengan jadwalnya bisa dicek di sini: http://www.iief.or.id/toefl-itp-test-schedule

Tips berikutnya adalah untuk mendaftar tes paling lambat dua minggu sebelum tanggal tes-nya. Kalau terlambat, bisa-bisa kita tidak kebagian tempat. Banyaknya peminat tes ini membuat kita harus cepat-cepat mengamankan kursi kita di tempat tes. Heuheu...

Jenis tes berikutnya apa? Nah, beberapa beasiswa mensyaratkan tes yang internet-based dan berskala internasional, bukan institutional seperti ITP. Tes apakah itu? Namanya iBT (internet-based TOEFL) dan IELTS. Hampir semua pemberi beasiswa memperbolehkan memilih salah satu diantara keduanya. Mau pilih yang mana? Tergantung kita nyamannya dengan tes yang mana. Kalau saya sih, berhubung dulu S2 di Amerika, saya sudah nyaman sekali dengan iBT.

Sebenarnya, IELTS itu standar Australia dan Eropa, sementara iBT itu Amerika. Namun, pada praktiknya, IELTS diterima di Amerika, dan sebaliknya.

Buktinya?

Saya! Untuk melamar beasiswa kampus dari Australia ini, saya ikut iBT, bukan IELTS.

Bedanya apa, sih? 

Pertama, harga! :D (maklum, emak-emak manajer keuangan rumah tangga pasti selalu mengedepankan harga)

iBT relatif lebih murah daripada IELTS. Bedanya sekitar 50 dolar! Lumayan kan? Dulu sih, iBT itu 200 USD, dan IELTS 250 USD. Sekarang?

Coba cek di sini, ya? Lengkap dengan jadwalnya.

Untuk iBT cek di sini:
https://v2.ereg.ets.org/ereg/public/workflowmanager/schlWorkflow?_p=TEL

Untuk IELTS, cek di sini:
https://www.britishcouncilfoundation.id/en/exam/ielts/dates-fees-locations

Kedua: Ada lebih banyak institusi di Indonesia yang menyelenggarakan iBT dibanding yang menyelenggarakan IELTS. Jadi, dari segi jadwal lebih nyaman mengambil iBT.

Ketiga, jenis soal yang diteskan juga berbeda. iBT itu murni semuanya pilihan ganda (kecuali writing dan speaking tentunya). Sementara IELTS... ada bagian mengisi titik-titik, lho! Ini agak menantang :D (Harus betul hati-hati dalam ejaan dan tata bahasa, ya?).

Perbedaan berikutnya yang paling mencolok adalah di bagian tes speaking. Untuk iBT, tesnya dengan berbicara "pada" komputer (speaking kita akan direkam dan nanti dinilai oleh tim penilai). Sementara itu, pada IELTS, kita akan langsung berbicara dengan native speaker. Jadi, iBT atau IELTS tergantung kenyamanan kita saja. Karena saya lebih nyaman berbicara dengan komputer, jadi saya juga memilih iBT. :D

Perbedaan lainnya, tanya saya di kolom komentar atau cari tahu sendiri, ya? Kita kembali fokus ke modal berikutnya.

Untuk apa lagi kita harus mengeluarkan uang?
Biaya berikutnya biasanya untuk penerjemahan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, terutama: Ijazah dan Transkrip (jika berbahasa Indonesia) dan Akta Kelahiran. Dokumen lain biasanya Kartu Keluarga, KTP atau SIM, dan Surat Rekomendasi (kalau dalam bahasa Indonesia juga).

Berapa duit, sih?

Lagi-lagi, jawabannya tergantung di mana atau pada siapa kita meminta jasa penerjemahan ini.

Penting untuk diketahui: TIDAK WAJIB MEMINTA JASA SWORN TRANSLATOR ATAU PENERJEMAH TERSUMPAH. (Kecuali persyaratannya secara jelas mencantumkan ini).

Pengalaman saya dua kali melamar beasiswa ke Amerika dan Australia menunjukkan bahwa penerjemahan yang dilakukan oleh institusi sudah cukup. Artinya, yang penting ada legalisasi. Karena diterjemahkan oleh institusi, jadi terjemahannya ada kop dan cap institusi. Itu saja cukup.
Favorit saya tentu menerjemahkan di Balai Bahasa UPI :D.

Biaya berikutnya untuk apa?

Macam-macam dan tergantung jenis beasiswanya, ya?

Bisa jadi biaya untuk mengirim berkas persyaratan beasiswa (kalau masih ada yang manual), atau untuk wawancara (beberapa beasiswa mengganti ongkos kita untuk wawancara, lho!), atau setidaknya untuk transportasi saat kita menemui dosen untuk mendapat surat rekomendasi, dan sebagainya.

Bisa juga biayanya untuk persiapan TOEFL/IELTS.

Dan biaya-biaya lainnya yang mungkin tak terduga. Intinya, kita harus siap untuk mengorbankan sedikit uang kita untuk menjemput rezeki yang jumlahnya berlipat-lipat dari modal yang kita keluarkan. InsyaAllah.

Okay, tulisannya saya tutup dulu, ya?

Nanti dilanjut dengan topik yang berbeda.

Sekarang, saya harus fokus dengan proposal penelitian untuk ujian Confirmation of Candidature dalam beberapa bulan ke depan.

Doakan saya, ya? :)

Tasmania, 15 Oktober 2019



Comments

Popular posts from this blog

Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 1

Is PhD REALLY a Lonely Journey?: My "Crowded" Journey

Jangan asal SCOPUS®