Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 3 (Looking for Home Sweet Home!)

OSHC sudah di tangan.

Anak sudah terdaftar di sekolah.

Masih ada lagikah yang harus dilakukan?

Banyak, hiks.

Tapi, tenang. Sisanya ya tetek bengek seperti tiket, bungkus-bungkus barang, dan seterusnya.

Selain persiapan keberangkatan yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat logistik, ada satu bagian dari persiapan ini yang ingin saya garis bawahi, yaitu:

RUMAH!

PINDAHAN

Rumah juga adalah salah satu alasan yang membuat banyak pelajar berkeluarga memutuskan untuk berangkat sendirian dulu.

Kenapa?

Karena . . . mendapatkan rumah sewa di Australia ini susahnya luar biasa, kawan!

Sesusah apa, sih?

Sekedar ilustrasi, lamaran saya EMPAT kali ditolak oleh agen penyewa properti, atau istilah di sini real estate agents.

Saya sih CUMA empat kali! Teman-teman dan kenalan saya bahkan ada yang sampai hampir sepuluh kali!

Apa yang membuatnya susah?

1. Persaingan yang ketat untuk mendapatkan rumah sewa
Ya, di beberapa daerah di Australia, pertumbuhan penduduk semakin pesat, terutama dengan masuknya imigran dari daerah-daerah konflik. Sayangnya, pertumbuhan pesat ini tidak dibarengi dengan pertumbuhan properti juga.

Di kawasan tempat saya bermukim, ada banyak sekali imigran yang baru diterima menjadi warga Australia. Sementara itu, jumlah properti, ya, masih tetap segitu-segitu saja. Nah, pelajar jadi harus bersaing dengan para imigran ini untuk mendapatkan rumah sewa.

Siapa yang "menang"? Lah, tentu imigran! Mereka kan mendapatkan uang bantuan dari pemerintah, melalui lembaga bernama Centrelink! Uang bantuannya pun jumlahnya jauuuuuh lebih besar dari jumlah stipend atau uang saku yang diterima dari beasiswa! Jadi, agen pasti akan memprioritaskan imigran ini sebagai kliennya. HIKS.

2. Kewajiban untuk melakukan inspeksi rumah
Dua dari empat lamaran saya yang ditolak itu diajukan saat saya masih di Indonesia. Sementara itu, syarat untuk bisa mengajukan aplikasi sewa rumah adalah calon penghuni harus melakukan inspeksi rumahnya secara langsung. Dalam inspeksi, calon penghuni akan bertemu agen yang kemudian melaporkan pada kantor bahwa kita sudah inspeksi. Calon penghuni akan memperoleh kesempatan untuk melihat-lihat properti sebelum memutuskan untuk menyewanya.

Syarat ini bagus, sih. Jadi, kita tak akan "membeli kucing dalam karung."

Tapi, masalahnya, waktu itu saya masih di Indonesia, jadi tidak bisa melakukan inspeksi. Sebenarnya, tentu bisa diwakilkan. Hanya saja, kalau kita masih di Indonesia, peluang untuk berhasil mendapatkan rumah sewa bisa dikatakan hampir NOL.

3. Prioritas untuk Penyewa dengan Jejak Rekam yang Baik
Nah, syarat ini juga sulit untuk dipenuhi. Bagaimana bisa kita memiliki jejak rekam sewa rumah yang baik (maksudnya, membayar uang sewa tepat waktu dan mampu menjaga rumah sewa dengan baik), jika kita baru pertama kali menginjakkan kaki di Australia?

Sayangnya, agen akan lebih memprioritaskan klien yang memiliki jejak rekam sewa yang baik. Jadi, kita pendatang baru, otomatis tersingkir dari persaingan ini.

Sulit banget, ya? Memang.

Namun, sebenarnya kesulitan ini berlaku hanya untuk pelajar berkeluarga, ya? Untuk pelajar yang sendiri, bisa dengan mudah mendapatkan tempat tinggal di asrama kampus. Tentu tak butuh inspeksi dan lain-lain, karena syarat utama sebagai pelajar di kampus sudah terpenuhi.

Untuk pelajar yang belum berkeluarga, selain asrama di kampus, umumnya mereka bisa sewa rumah rame-rame (sampai berempat satu rumah), atau istilahnya shared accommodation.

Tapi, untuk emak-emak dengan dua anak dan satu suami, pilihan ini sangat tak mungkin!

Jadi, kok, bisa sih, saya langsung bawa keluarga ke Australia? Tinggal di mana? Kan, lamaran sewa rumahnya ditolak?

Saya akan ceritakan di tulisan berikutnya, ya?

Tasmania, 3 November 2019




Comments

Popular posts from this blog

Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 1

Is PhD REALLY a Lonely Journey?: My "Crowded" Journey

Jangan asal SCOPUS®