Kebakaran Hutan dan Lahan Australia dalam Puisi

Image result for australia bushfires
(Sumber: 7news.com.au)

Tempo hari, saya memberanikan diri mengikuti ajang perlombaan Bahasa Indonesia yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pemuda Indonesia-Australia atau AIYA (Australian-Indonesian Youth Association).  Perlombaan tersebut bernama National Australia-Indonesia Awards atau disingkat manis menjadi NAILA. Ingin tahu lebih banyak tentang NAILA?  Silakan kunjungi halaman ini

Jika ingin melihat saya (penting, ya? :D) di laman ini, kunjungi tautan ini

Tema yang diangkat oleh perlombaan NAILA kali ini adalah lingkungan.  Perlombaan ini menarik dan unik bukan hanya karena pesertanya 90% adalah orang Australia yang pintar berbahasa Indonesia, tapi juga karena mekanisme perlombaannya.  Misalnya, untuk mengikuti lomba, peserta harus mengunggah video dengan editing seminimal mungkin.  Peserta juga diberi kebebasan untuk mengekpresikan kreativitas mereka dalam menanggapi tema yang dipilih oleh NAILA.

Awalnya saya terpikir untuk berpidato tentang lingkungan.  Tentu saja ini ide yang paling tidak kreatif.  Beberapa pemenang NAILA untuk kategori Wild Card sebelumnya (yaitu kategori untuk mahasiswa pascasarjana Indonesia di universitas Australia dan warga Australia umum), memang melakukan ini.  Saya pun hampir saja menirunya. :D

Untunglah, setelah membaca baik-baik persyaratan dan tata cara mengikuti lomba (inilah pentingnya membaca dengan teliti!), saya justru terinspirasi untuk menerjemahkan puisi karya penyair Australia yang bertemakan lingkungan. 

Pencarian sayapun dimulai.  Jujur saja, saya asing dengan karya sastra Australia.  Dulu, saya pernah membaca beberapa cerpen dan novel karangan penulis Australia.  Saya tertarik terutama pada Bush Literature-nya.  Tapi, ya, sudah.  Pengetahuan saya hanya sebatas itu.

Mengandalkan mesin pencarian Google, saya akhirnya menemukan puisi jadul berjudul "My Country" karya Dorothea Mackellar.   Ikuti tautan ini untuk membaca puisi aslinya.  Silakan menikmati.  Sungguh indah!  Dan saya pun jatuh cinta pada bacaan pertama.


Image result for dorothea mackellar


Awalnya saya ragu akan relevansi puisi ini dengan tema yang diangkat NAILA, lingkungan.  Namun, setelah membaca beberapa kali dengan seksama, saya menjadi semakin sadar bahwa meskipun puisi ini mengusung tema utama cinta pada tanah air, banyak sekali pelajaran yang dapat diambil tentang lingkungan dari puisi ini.

Salah satu hal yang paling menarik adalah bahwa puisi ini menunjukkan pada kita betapa alam Australia kini tak mampu lagi menyembuhkan dirinya sendiri dari segala bencana alam yang menimpanya.

Dulu, kekeringan dengan mudah terhapuskan hujan.

Dulu, kebakaran hutan dan lahan dengan mudah terpadamkan hujan.

Dulu, banjir dengan mudah dikeringkan terik matahari.

Ya, dulu... Australia dalam benak Dorothea adalah demikian. 

Kini?

Sorotan utama saya tentu adalah pada kebakaran hutan dan lahan (karhutla).  Mengapa?  Karena selain memang bencana ini sedang menimpa Australia, karhutla juga begitu menyentuh hati sebab ia terjadi juga di negeri sendiri :(.

Ya, Indonesia akrab dengan karhutla yang umumnya disebabkan oleh keserakahan manusia.

Australia pun begitu akrab dengan karhutla, meskipun lain penyebabnya. Memang tak ada orang yang membakar lahan di Australia.  Namun, tetap saja, manusia mengambil peran dalam memperparah kebakaran hutan.  Pemanasan global telah membuat bumi lebih panas dan cenderung lebih rentan dengan kebakaran hutan, terutama di wilayah seperti Australia dengan daratan yang membentang luas, tanah yang kering, angin yang berhembus kencang, dan suhu yang panas.  Kombinasi fatal untuk karhutla. 

Silakan dibaca terjemahan saya untuk puisi berjudul My Country.  Selain akan membuat kita teringat negeri sendiri, puisi ini juga membuat kita ngeri.   Ya, ngeri dengan nasib alam yang begitu tak terperi. 

Semoga karhutla di Australia cepat reda.  Doa saya bersama mereka yang menjadi korban karhutla Australia.

Tentu, saya pun tak lupa dengan banjir yang tengah melanda Indonesia.  Sungguh ironis, bukan?  Di negeri sendiri banjir, dan di negeri orang tempat saya menimba ilmu ini ada kebakaran hebat.


Image result for banjir jakarta

(Liputan6.com)

Seperti anak seorang rekan berkata, "Seandainya saja saya dapat mengeringkan banjir di Indonesia dan mengangkut airnya untuk memadamkan kebakaran di Australia . . . "

Saya juga berpikir yang sama.  Seandainya saja . . . 


“Negeriku”

Karya Dorothea Mackellar
(Terjemahan oleh: Nita Novianti)

Cinta pada padang rumput dan semak belukar
Jalur hijau nan teduh,
Hutan dan taman yang berbaris rapi
mengalir di nadimu.
Cinta yang mendalam pada cakrawala biru keabuan,
Sungai yang mengalir tenang di bawah langit yang meredup
Kutahu adanya, tapi tak bisa kurasakan cinta seperti itu,
Cintaku sebaliknya.

Kucinta negeri yang terbakar matahari,
Dataran yang membentang luas,
Pegunungan bergerigi,
Tanah yang akrab dengan kekeringan dan banjir.
Kucinta cakrawalanya yang membentang luas,
Kucinta lautan permatanya,
Sungguh indah namun juga sungguh menakutkan
Tanah merah membentang untukku!


Hutan dengan barisan pepohonan sepucat abu,
Berkilau sendu di bawah sinar rembulan,
Gunung berkabut biru,
Sunyi siang sungguh terik,
Jalinan semak belukar hijau nan kusut
Tempat liana berlilitan,
Dan anggrek menghiasi puncak pepohonan,
Dan pakis menutupi tanah gelap yang hangat.


Mata hatiku, negeriku!
Langit birunya yang kejam,
Saat tersakiti hatinya, di sekitar kita
Bertebaran ternak mati
Namun lalu awan kelabu berkumpul,
Dan kita bisa mensyukuri lagi
Deru hujan
yang turun dengan deras.


Mata hatiku, negeriku!
Tanah pelangi emas,
Tanah yang membalas kita berlipat-lipat
Atas banjir, kebakaran, dan kelaparan yang ia ciptakan.
Saksikanlah, pada padang kering kerontang itu,
setelah hari-hari berlalu,
Tabir tipis kehijauan
Menebal—menghijau saat kita menatapnya ...


Negeri berhati opal,
Tanah subur nan kukuh
Engkau yang belum pernah jatuh cinta padanya,
Kau takkan mengerti
meskipun Bumi menawarkan berjuta keindahan,
Dimanapun aku mati,
Kutahu pada negeri merah mana
Hati ini ‘kan berpulang.

Catatan: Mohon cantumkan nama saya jika ingin mengutip atau menggunakan terjemahan puisi ini, ya? :)

Tasmania, 7 Januari 2020

Comments

Popular posts from this blog

Memboyong Keluarga Kuliah di Luar Negeri: Bagian 1

Is PhD REALLY a Lonely Journey?: My "Crowded" Journey

Jangan asal SCOPUS®